SABAR
Kritik diri pribadi Iwan
Sabar, itu sebuah kata sederhana yang sangat sering kita dengar. Kata yang sering diucapkan ketika terjadi peristiwa duka atau bencana. Sabar adalah sebuah kata yang mempunyai banyak makna. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (W.J.S. Poerwadarminta) sabar mempunyai arti 1. Tahan menderita sesuatu (tidak lekas marah, tidak lekas patah hati, tidak lekas putus asa). 2. Tenang, tidak tergesa-gesa, tidak terburu nafsu. Sedangkan kesabaran mempunyai arti sifat sabar, ketabahan hati dan ketenangan hati.
Kata sabar atau kesabaran, juga banyak sekali tertuang dalam Al-Qur’an, antara lain dalam surah Luqman ayat 31, Al-Qashash ayat 80, Al-Hajj ayat 35, An-Nahl ayat 42, 96, 110. Atau setidaknya yang paling akrab di pendengaran kita adalah surah Al-Ashr ayat 3, yang isinya antara lain untuk saling menasetkan tentang kesabaran. Sedangkan ganjaran atau hadiah bagi orang yang sabar tertuang dalam Al-Qur’an antara lain surah Al-Furqon ayat 75, Hud ayat 11, An-Nahl ayat 126, Al-Mu’minun ayat 111. Sedangkan doa untuk tetap menjadi orang sabar diajarkan Allah SWT dalam surah Al-A’raaf ayat 126.
Dalam budaya Jawa, perilaku sabar juga dianggap sebagai jalan hidup. Adanya ungkapan “Trimo ing pandhum” yang bermakna menerima takdir atau semua pemberian dari Yang Maha Kuasa apa adanya, memberikan kesan pentingnya kesabaran dalam menjalani hidup.
Namun sekarang dengan berbagai perubahan budaya di masyarakat akibat globalisasi atau beratnya kehidupan akibat tekanan sosial dan ekonomi, perilaku sabar ini semakin jarang terlihat keberadaannya. Contoh sederhana adalah tingkah polah masyarakat dalam berkendaraan atau mengemudikan kendaraan di jalan raya. Berbagai kejadian kecelakaan tidak sedikit yang disebabkan karena ketidak sabaran. Contoh yang lebih rumit lagi yaitu banyaknya peristiwa pembunuhan atau kejadian kriminal lain yang berakar dari ketidak sabaran. Peristiwa terbaru yang menimbulkan kepedihan mendalam adalah meninggalnya lebih dari 20 orang di Pasuruan karena berebutan untuk mendapatkan zakat.
Banyaknya remaja atau kaum belia yang melakukan “perkawinan” sebelum pernikahan juga menunjukkan ketidak sabaran yang dipengaruhi budaya asing.
Tekanan sosial dan ekonomi berlaku bagi semua strata di masyarakat. Orang yang tidak mampu tidak sabar ingin segera keluar dari himpitan ekonomi. Orang yang mampu atau bahkan orang kaya tidak sabar ingin bertambah kaya lagi agar status sosial lebih meningkat. Sehingga diambillah berbagai jalan singkat yang tidak sesuai dengan norma dan bahkan kaidah agama.
Masih banyak lagi masalah-masalah sosial yang ditimbulkan akibat ketidak sabaran. Sebaliknya tidak sedikit masalah sederhana yang bisa diselesaikan dengan kesabaran. Masalah masalah pelik bisa dikurangi kerumitannya juga dengan mengambil sikap sabar. Kalau demikian kenapa kita tidak mencoba menjadi orang yang sabar. Memang untuk menjadi orang yang sabar di segala hal memang bukan perkara yang mudah. Namun untuk mulai belajar menjadi penyabar tampaknya tidak terlalu sulit. Hal sepele yang bisa dilakukan adalah mencoba sabar ketika sedang mengemudikan kendaraan di jalan raya. Dengan perilaku sabar di jalan pastilah kecelakaan lalu lintas yang hampir terjadi setiap hari, dapat berkurang. Untuk selanjutnya perilaku sabar diterapkan pada seluruh segi kehidupan sehari-hari. Dan akhirnya, mungkin sikap sabar tidak lagi menjadi langka.
Namun kalau toh kesabaran tetap langka, setidaknya setiap orang yang masih sehat dan normal pasti akan memilih untuk sabar dalam menunggu satu hal yaitu ajal. Tidak ada orang sehat dan normal yang tidak bersabar untuk segera menemui ajal atau gampangnya tidak seorangpun ingin cepat-cepat menemui ajalnya!
Senin, 13 Oktober 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar